Sebuah Kenangan: Lapangan Basket

Dengan duduk termenung di tepian lapangan basket, aku memandang mereka yang berdiri di lapangan basket, dengan TKU tertinggi melekat di bahu, sangat gagah. Aku teringat masa-masa silam. Saat malam pun menjadi tengah malam. Dan aku berlarian ke tengah lapangan basket. Berbaris bersama rekan seperjuangan yang lain. Sangat rapi. Cerocosan meluncur bertubi-tubi dari para senior. Menyindir ini dan itu. Semuanya bersuara. Menjadi satu. Lebih hebat dari dentuman-dentuman saat perang. Semuanya tak aku hiraukan. Aku masih bertarung sengit melawan rasa ngantuk.

Hingga salah seorang dari mereka, yang berdentum paling keras, menghampiriku. Dia memandang mataku tanpa berkedip, sedang aku merasa kikuk diperlakukan seperti itu. Sesaat kemudian dia berkata lirih, “Pandang mataku”, begitu katanya. Aku pun memandangnya. Memandang sepasang bola mata itu. “Kau mengantuk”, katanya merdu.

Gila! Aku pun terkejut. Kenapa aku takut dengan wajah semanis dan suara semerdu ini. Kenapa ia begitu berwibawa di hadapanku. Aku saat itu pun terlena memandangnya. Rasa kantuk menghilang. Hingga aku tersentak saat ia berteriak di hadapanku sangat keras. Dan semua senior pun merubungku. Aku merasakan ketakutan yang amat sangat.

Dan kini aku telah melangkah begitu jauh. Dari awal berjuang dengan rasa kantuk dan cerocosan itu, kemudian berdiri dengan TKU di bahu bercerocos, hingga saat ini aku duduk memandangi mereka. Aku telah banyak mengalami banyak hal di sini, mulai aku diperkenalkan pada lapangan basket, lalu aku menguasainya, dan kini aku meninggalkannya.

1 komentar:

pradhikayd mengatakan...

kata2nya bagus bgt mas, sipp lah, keep up the good work!

Comersial Box