Fenomena Schedule Perkuliahan; Desentralisasi atau Demokrasi

Sesuatu yang diatur dan dikelola dengan baik pasti mempunyai apa yang dinamakan schedule atau jadwal. Di Rumah Sakit ada yang namanya jadwal piket dokter, jadwal piket perawat; di Kantor Polisi juga ada jadwal piket jaga; di desa saya ada yang namanya jadwal ronda; bahkan perkumpulan petani di daerah debit air kecil mempunyai jadwal pembagian air. Begitu pula di sekolah atau kampus, ada yang dinamakan jadwal pelajaran atau jadwal perkuliahan.

Schedule Perkuliahan atau jadwal kuliah biasanya dibuat oleh pihak dekanat atau bapendik, biasanya dibawah tanggung jawab Pembantu Dekan Bagian Pendidikan (Pembantu Dekan 1). Schedule membuat kegiatan perkuliahan menjadi teratur, jam kerja dosen dibagi secara proporsional, ruangan kuliah dapat digunakan secara optimal, dan mahasiswa pun mendapatkan kuliah teratur dan kontinyu.

Khusus schedule perkuliahan, sejauh yang saya tahu, ada fenomena yang kalau bisa di bilang semacam desentralisasi kebijakan, yang seharusnya schedule ini dibuat oleh Pembantu Dekan 1 dan jajarannya, kemudian ada pelimpahan wewenang sehingga dosen berhak untuk mengubah schedule yang telah ditetapkan. Adapun alasannya beragam, mulai dari dosen yang terbentur kegiatan di luar kampus sampai dengan waktu yang tidak kondusif karena siang hari, panas, dan tidak ada pendingin ruangan. Dalam penentuan schedule baru biasanya dosen akan memaparkan alasannya kepada mahasiswa dan menanyakan jadwal mahasiswa yang kosong dan menentukan schedule baru. Proses selanjutnya schedule baru yang disepakati dibawa ke dekanat yang mengurusi gedung kuliah dan menanyakan ruangan yang bisa digunakan untuk schedule baru tersebut. Setelah semuanya beres, tinggal masalah birokrasi, ketua jurusan dihubungi, lalu Pembantu Dekan 1 pun menyetujui.

Kendala biasanya ditemui saat penentuan schedule baru dengan mahasiswa. Untuk menghindari “kegaduhan” dan waktu yang terbuang karena diskusi yang tidak terarah dan sistematis, beberapa dosen biasanya memberitahukan jadwal kosong si dosen kepada penanggungjawab kelas, yang tidak lain adalah salah satu dari mahasiswa di kelas tersebut. Setelah itu penanggungjawab kelas ini mengadakan diskusi jadwal mana yang disetujui lalu dia menghubungi si dosen.

Yang saya pertanyakan disini adalah efisiensi dan efektivitas dari pergantian tersebut. Sudah barang tentu pada awal semester mahasiswa mengisi Kartu Rencana Studi (KRS) sesuai dengan strategi masing-masing untuk memenuhi mata kuliah yang belum diambil dan dalam rangka meningkatkan Index Prestasi. Dalam pengisian itu juga dipertimbangkan schedule kuliah satu semester ke depan, karena mahasiswa pun bukan hanya disibukkan oleh kegiatan kuliah.

Fenomena yang saya ceritakan sebelumnya itu, jauh dekat pasti mengganggu jadwal yang telah di susun sebelumnya, seperti kerikil jatuh ke kolam yang tenang, akan mengganggu keseluruhan proses belajar mengajar. Bisa saja mahasiswa mengalami jadwal kuliah yang bentrok, yah, memang tidak sering, tetapi pasti terjadi. Apalagi jika kuliah yang diganti jadwalnya itu di ikuti oleh mahasiswa dari berbagai angkatan, kemungkinan ada mahasiswa yang bentrok pasti ada.

Mungkin dosen berdalih, ini kan melalui proses demokrasi. Melalui persetujuan semua mahasiswa. Demokrasi yang bagaimana, kebanyakan kasus mayoritas mengalahkan minoritas. Sebuah kuliah yang di dominasi oleh salah satu angkatan dan hanya ada segelintir mahasiswa angkatan lain yang mengulang, mereka jarang sekali ter-cover aspirasinya. Padahal jika seorang mahasiswa mengulang kuliah, bisa dikatakan itu sebuah masalah yang kritis bagi masa depannya.

Nah, lalu apa solusinya jika masalah ini terjadi? Toh jika kuliah tetap dipertahankan pada jadwal semula dosen akan jarang masuk mengajar atau tidak konsen dalam mengajar karena ada kepentingan lain yang tidak kalah pentingnya atau tidak konsen karena ruangan panas di siang hari tanpa AC. Menurut hemat saya, permasalahan ini cukup diselesaikan antara dosen dengan dekanat saat penerbitan jadwal. Jika memang dosen keberatan pada waktu tersebut, sudah seharusnya meminta dekanat mengganti jadwalnya sebelum jadwal itu diterbitkan ke mahasiswa.

Lalu bagaimana kalau masalahnya jika dosen telah menyanggupi jadwal kuliah sebelumnya, lalu suatu saat ternyata bentrok dengan kegiatannya yang lain? Nah, kembalikan saja ke hati nurani masing-masing. Dosen mengajar kan di gaji pemerintah, walaupun tidak seberapa besarnya, tapi dia di bayar untuk bekerja secara profesional dan berkomitmen tinggi. Toh, mengajar adalah sebuah amal ibadah yang besar sekali manfaatnya.

0 komentar:

Comersial Box