Demokrasi dan Kenaikan Harga LPG


Sebagian orang menyukai minuman bersoda dalam kemasan botol ukuran besar. Namun, sebagian lainnya lebih menyukai dalam kemasan botol ukuran kecil. Demikian gambaran kebebasan memilih, demokrasi dalam kehidupan sehari-hari. Batasan dalam memilih ini hanya bergantung jumlah uang dikantong. Jika minuman bersoda dalam botol besar dirasa mahal, maka botol kecil menjadi alternatif pilihannya. Yah, itu adalah sebuah demokrasi ekonomi yang paling jujur dan pasti.

Dalam demokrasi ekonomi itu, baru-baru ini kita dikejutkan dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga LPG ukuran 6kg, 12kg, dan 50kg. Tujuannya adalah untuk meminimalisasi penyelundupan dengan cara menyesuaikan dengan harga pasar dunia. Disamping itu juga untuk meringankan beban subsidi yang ditanggung pemerintah dan untuk meningkatkan kualitas produk dan pelayanannya. Lalu yang terakhir untuk melindungi daya beli masyarakat miskin dengan tidak menaikkan LPG ukuran 3kg.

Jika tujuannya untuk meminimalisasi penyelundupan dan meringankan subsidi pemerintah, itu merupakan langkah yang tepat. Tetapi melindungi daya beli masyarakat miskin dengan tidak menaikkan LPG 3kg, sudah pasti salah. Mengapa?

Hal ini karena kebijakan pertamina pada dasarnya tidak mampu membatasi kebebasan memilih. Kebebasan memilih merupakan hukum alam yang tidak bisa dikendalikan dalam demokrasi ekonomi. Kebijakan menerapkan diskriminasi harga terhadap LPG 3kg pada akhirnya akan menemui banyak kendala.

Rumah tangga yang dihadapkan dengan kenaikan LPG 6kg, 12kg, dan 50kg akan memiliki dua pilihan. Mengurangi konsumsi LPG 6kg, 12kg, dan 50kg atau mengurangi konsumsi lainnya. Akibatnya, rumah tangga akan meluangkan waktunya untuk memburu LPG 3kg.

Keinginan untuk memburu LPG 3kg akan meningkatkan kurva permintaan, padahal tidak diimbangi dengan penambahan persediaan (penawaran) oleh Pertamina. Akibatnya, dalam jangka pendek akan terjadi kelangkaan LPG ukuran 3kg. Kemudian memicu pihak-pihak tak bertanggungjawab untuk melakukan penimbunan terhadap LPG 3kg yang nantinya akan dijual kepada konsumen yang mau membayar lebih tinggi dengan harga yang dipatok Pertamina. Ini akan terus berlanjut sampai harga LPG 3kg sama dengan harga LPG 6kg, 12kg, dan 50kg.

Jika pemerintah memaksa pasar bekerja sesuai dengan keinginan, yaitu melindungi harga LPG 3kg, maka diperlukan biaya yang lebih besar karena harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap pasar LPG. Alhasil, keefektifan kebijakan ini menjadi dipertanyakan. Kecuali memang hanya bertujuan untuk meminimalisasi penyelundupan dan meringankan beban subsidi maka bisa jadi kebijakan ini benar.

Dalam demokrasi ekonomi, kebebasan memilih mutlak harus dilindungi. Batasannya hanya pada tingkat pendapatan. Semakin tinggi pendapatannya, maka semakin tinggi pula variasi pilihannya, sebaliknya semakin rendah pendapatan maka semakin rendah pula variasi pilihannya. Selain itu, kebebasan memilih juga dipengaruhi oleh harga barang dan jasa. Jika harga barang dan jasa murah, maka semakin tinggi tingkat variasi memilih, dan jika harga barang dan jasa mahal maka semakin rendah tingkat variasi memilihnya. Pola bekerja seperti ini akan terjadi secara otomatis dan permanen.

Kesalahan kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga LPG adalah dalam menerapkan dasar kenaikan harga. Seharusnya pemerintah membedakan konsumen LPG dari apakah itu konsumen akhir atau konsumen antara (untuk kegiatan produksi). Sehingga harga yang seharusnya dinaikkan hanya untuk LPG ukuran 50kg, karena konsumen yang membeli LPG 50kg merupakan konsumen antara yang nantinya akan melakukan kegiatan produksi.

Dengan begitu, konsumen akan malas mengganti konsumsi LPGnya ke LPG 3kg, 6kg, dan 12kg. Tidak lucu juga kalau untuk kegiatan produksi menggunakan LPG 3kg bukan? Selain itu dampak kenaikan harga LPG juga tidak akan begitu dirasakan karena konsumen LPG 50kg akan mentransfer biayanya ke produk yang dihasilkannya, sehingga beban kenaikkan LPG akan didistribusikan lebih merata. Alhasil, perlindungan terhadap konsumen akhir, yaitu masyarakat miskin akan lebih efektif daripada kebijakan awal.

0 komentar:

Comersial Box